PT Wastewater Management Service
Ditulis oleh Silvanus Tusta Putra, 09/05/2025
Proses pengelolaan lumpur tinja ramah lingkungan menjadi langkah penting dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. Sayangnya, banyak orang hanya memahami pentingnya penyedotan lumpur tinja tanpa mengetahui pengolahan lanjutan yang aman. Padahal, tanpa pengelolaan yang benar, limbah dari septic tank bisa mencemari tanah, air, dan udara di sekitar kita.
Menurut data UNICEF Indonesia (2023), sekitar 70% dari 20.000 sumber air minum di Indonesia tercemar limbah tinja. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena dapat meningkatkan risiko diare, salah satu penyebab utama kematian balita. Lebih lanjut, hanya 8% rumah tangga yang memiliki septic tank tertutup dan rutin membersihkannya setiap lima tahun. Selain itu, banyak masyarakat yang langsung membuang lumpur tinja ke badan air, seperti sungai dan danau. Limbah tersebut mengandung zat berbahaya seperti BOD, COD, TSS, pH tidak stabil, minyak, lemak, dan bakteri patogen (Rurupadang, 2023).
Baca: UNICEF Indonesia tentang sanitasi dan air bersih
👉 https://www.unicef.org/indonesia/id/laporan/air-bersih-sanitasi-higiene
Truk penyedot membawa lumpur ke Solid Separation Chamber (SSC). Di dalam SSC, filter berupa batu koral dan pasir hitam secara alami memisahkan lumpur padat dari air limbah. Oleh karena itu, proses selanjutnya menjadi lebih ringan dan efisien.
Setelah melalui SSC, air limbah mengalir ke kolam pengumpul. Kolam ini menampung air sejenak agar alirannya tetap stabil menuju tahap pengolahan berikutnya. Dengan cara ini, sistem tidak kewalahan menghadapi lonjakan volume air.
Kemudian, air limbah memasuki kolam aerobik. Kolam ini menyediakan oksigen yang membantu bakteri aerobik memecah zat organik berbahaya. Akibatnya, kadar polutan dalam air berkurang drastis.
Selanjutnya, air yang telah terolah mengalir ke kolam fakultatif. Di kolam ini, sinar matahari, oksigen, dan mikroorganisme bekerja sama menurunkan COD, BOD, dan bakteri coli yang tersisa.
Setelah itu, air masuk ke kolam maturasi. Mikroorganisme di kolam ini menyempurnakan pengolahan dengan mengurai sisa zat organik. Proses ini memastikan air limbah memiliki kualitas lebih baik dan aman.
Tanaman hidup seperti eceng gondok dan papirus tumbuh subur di kolam wetland. Akar tanaman menyerap logam berat dan nutrien, sedangkan batu koral menyaring partikel. Oleh karena itu, kualitas air meningkat secara signifikan.
Baca Artikel: EPA (Environmental Protection Agency AS) tentang fitoremediasi
👉 https://www.epa.gov/climate-research/phytoremediation
Sebagai langkah pengawasan, petugas menempatkan ikan seperti lele dan nila di kolam indikator. Jika ikan tetap sehat, artinya air sudah memenuhi standar lingkungan. Namun, jika ikan terlihat stres atau mati, petugas segera mengevaluasi pengolahan.
Selanjutnya, air limbah memasuki bak klorin. Di tahap ini, petugas menambahkan dosis klorin untuk membunuh mikroorganisme berbahaya. Dengan begitu, air yang keluar dari IPLT menjadi aman bagi lingkungan.
Akhirnya, lumpur padat dikumpulkan dan dikeringkan di bak pengering. Proses pengeringan ini dilakukan dengan bantuan sinar matahari atau alat pemanas. Setelah kering, petugas dapat memanfaatkannya sebagai kompos atau bahan baku industri.
Dengan menjalankan seluruh proses pengelolaan lumpur tinja secara berurutan, kita dapat menjaga kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat. Setiap tahap, mulai dari pemisahan hingga pengeringan, memainkan peran penting. Oleh karena itu, mari kita dukung pengelolaan lumpur tinja yang efisien dan ramah lingkungan demi menciptakan kota yang lebih bersih dan sehat.
Baca artikel terbaru kami: